Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II resmi dibuka pada Kamis (24/11) malam. Lebih dari 1.500 ulama perempuan dari 31 negara ikut meramaikan kongres selama tiga hari yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri Jepara, Jawa Tengah.
Kongres kali ini akan mengupas lima isu aktual, yakni soal kepemimpinan perempuan dalam melindungi bangsa dari ideologi intoleran dan penganjur kekerasan, perlindungan perempuan dari kehamilan akibat perkosaan, pemaksaan perkawinan dan pemotongan atau pelukaan genitalia perempuan, hingga perempuan dan isu lingkungan hidup. Kelima isu ini dan keikutsertaan ulama-ulama perempuan mancanegara dinilai penting karena adanya korelasi isu di lintas negara.
Sehari sebelum pembukaan kongres, dilangsungkan juga konferensi internasional di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Jawa Tengah.
Ketua Pengarah Majelis KUPI II Nyai Badriyah Fayumi mengatakan, dipilihnya kampus dan pesantren sebagai tempat pelaksanaan dan tuan rumah KUPI II kali ini. Karena tradisi keilmuan yang ada di kedua tempat tersebut, sama-sama menjadi kekhasan cara berpikir keulamaan KUPI.
“Pesantren mewakili keilmuan Islam yang berbasis turots, belajar urut sampai khatam. Sementara kampus mewakili tradisi keilmuan Islam yang melihat satu persoalan secara tematik dan komprehensif dengan pendekatan disipliner,” ujarnya saat memberi sambutan pada KUPI II di UIN Walisongo pada Rabu (23/11).
Hal ini ditegaskannya kembali saat berbicara di pembukaan KUPI II di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri Jepara, pada Kamis (24/11).